Pemerintah Belum Optimal Tangani Kesehatan Jiwa

27-06-2014 / KOMISI IX

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara umum dan merupakan salah satu unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup setiap manusia, namun demikian upaya pemerintah dalam penanganan kesehatan jiwa hingga saat ini belum optimal.

Demikian dijelaskan Ketua Tim Kunjungan Kerja Panja RUU Kesehatan Jiwa (Keswa) Irgan Chairul Mahfiz di Solo, Kamis (26/6) saat melakukan pertemuan dengan Wakil Walikota Surakarta Ahmad Purnomo beserta jajarannya, dihadiri juga oleh pihak RS Jiwa Surakarta, RSUD Moewardi Surakarta, dan Pimpinan Griya PMI Surakarta.

Menurut Irgan, ketidak optimalan tersebut terlihat dari belum tercerminnya struktur pada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial yang ada didaerah.

"Minimnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan kesehatan jiwa ditambah belum adanya payung hukum dalam bentuk UU tang ditujukan khusus untuk kesehatan jiwa membuat pelayanan kesehatan jiwa terabaikan" jelasnya.

Ia menambahkan, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan jiwa berdampak pada kurangnya kebijakan pemerintah yang terkait kesehaan jiwa.

"Minimnya perhatian secara otomatis berdampak pada pendanaan yang minim dan kurangnya tindakan nyata untuk memperhatikan kesehatan jiwa," terang politisi dari F-PPP ini.

Sehingga, tambahnya, saat ini yang terjadi di dalam masyarakat adalah semakin bertambahnya Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dapat menjadi pemicu terjadinya penyandang disabilitas di masyarakat.

"Belum diaturnya kesehatan jiwa secara komprehensif menyebabkan perlindungam terhadap penderita gangguan jiwa belum dapat dilaksanakan secara optimal, oleh karena itu dibutuhkan pengaturan mengenai kesehatan jiwa dalam bentuk UU sebagai landasan hukum," tegasnya.

Seperti diketahui, Indonesia  pernah memiliki UU No. 30 Tahun 1996 tentang Kesehatan Jiwa, namun UU tersebut telah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan hadirnya UU No.23 Tahun 1992.

Seiring berjalannya waktu, UU No.23 Tahun 1992 juga dicabut dan diganti dengan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Pengaturan mengenai Kesehatan Jiwa dalam UU Kesehatan hanya diatur dalam BAB IX dengan 7 pasal, yaitu pasal 144 sampai dengan pasal 151, pengaturan yang ada masih sangat berorientasi pada kesehatan fisik, sedangkan porsi pada kesehatan psikis dan kesehatan jiwa masih kurang.(nt)/foto:nita/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Netty Catat Evaluasi Program MBG: Soal Variasi Menu, Kualitas Rasa, hingga Sistem Reimburse
15-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyampaikan pentingnya evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Program Makan...
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...